Rabu, 25 Desember 2013

Kewajiban Anak terhadap Orang Tua

Kewajiban Anak terhadap Orang Tua

 
 
 
 
 
 
1 Vote

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Anak atau putera yang berbakti terhadap orangtua merupakan dambaan setiap orangtua. Anak yang shaleh serta shalehah yang mendo’akan orangtuanya merupakan amalan dan tabung pahala yang tidak akan henti-hentinya mengalir kekubur orangtua. Hal inilah yang disabdakan oleh Rasulullah dalam sabdanya:
 
 
 “Jika seorang hamba meninggal, maka terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga hal; sedekah jariah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak soleh yang mendoakannya.”
3 hal inilah yang merupakan penghubung amal yang terus menerus mengalir kepada orang yang telah meninggal dunia.
Banyak sekali hal atau kewajiban anak terhadap orang tua mereka yang memang seharusnya dilakukan anak terhadap orangtua. Hal inilah yang menjadi acuan kita sebagai seorang anak yang terlahir dari seorang ibu yang memang sudah seharusnya ta’at serta patuh akan apa yang diperintahkan oleh orangtua.
 
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah kewajiban kita terhadap orang tua yang masih hidup?
2.      Apakah kewajiban kita terhadap orang tua yang sudah meninggal?
 
C.    Batasan Masalah
Makalah ini hanya mengulas mengenai berbagai kewajiban yang harus dilakukan anak terhadap orangtua mereka ketika orangtua mereka masih hidup serta ketika mereka sudah meninggal dunia
 
D. Tujuan
1.      Agar dapat mengerti dan memahami kewajiban seorang anak terhadap orang tua yang masih hidup.
2.      Agar dapat mengerti dan memahami kewajiban seorang anak terhadap orang tua yang sudah meninggal.
BAB II
PEMBAHASAN
 
KEWAJIBAN ANAK TERHADAP ORANGTUA
            Islam mengatur semua sendi-sendi kehidupan di dunia ini, agar manusia selamat di dunia dan di akherat. Suatu karunia yang tak terhingga bahwa Allah berkenan menurunkan pedoman hidup bagi manusia, agar mereka mendapatkan kebahagiaan sejati. Alangkah ruginya jika kita tidak mentaatinya. Berikut ini adalah uraian tentang bagaimana seorang anak seharusnya bersikap kepada kedua orangtuanya.
A. KETIKA ORANGTUA MASIH HIDUP
1.      Menaati Orangtua.
Menaati kedua orangtua hukumnya wajib atas setiap muslim, sedang mendurhakai keduanya merupakan perbuatan yang diharamkan, kecuali jika mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah (berbuat syirik) atau bermaksiat kepadaNya. Allah berfirman:
 
 
 
 
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu. Maka Kuberikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 14-15).
 
 
Ta’at kepada orang tua : 
 
 
 
Artinya : “Jika salah seorang diantara keduanya/kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya dengan perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.  (Qs.Al Israa’: 23-24)
 
            Mengucapkan kata “ah” kepada orang tua tidak dibolehkan oleh agama, apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Adapun contoh ketaatan anak kepada orangtuanya dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Apabila orang tua meminta makan maka anak wajib memberikan makan.
b. Apabila orang tua butuh dilayani maka anak wajib melayani.
c. Apabila orang tua membutuhkan pakaian maka anak wajib membelikannya.
d. Jika anak dipanggil maka wajib segera datang.
e. Perintah apapun asal bukan maksiat maka wajib dilaksanakan.
 
2.      Berbakti dan merendahkan diri di hadapan kedua orangtua
            Allah berfirman, artinya, “Jika salah seorang diantara keduanya/kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya dengan perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.  (QS. Al-Israa’: 23-24)  
            Rasulullah bersabda, “Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua orangtuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.” (HR. Muslim) 
 
 
 
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada-Kulah kembalimu (Qs. Luqman: 14)
Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
Wujud lain sebagai pernyataan anak berbakti dan merendahkan diri kepada orangtuanya adalah:
a. Jangan memanggil orang tua dengan namanya.
b. Apabila berjalan tidak boleh mendahului orang tua (jika berjalan bersama).
c. Anak wajib ridho terhadap sesuatu yang terjadi / yang ada pada dirinya .
* Sesuatu yang membuat kita senang beritahukan kepada orang tua agar senang, tetapi jika sesuatu membuat kita sedih jangan diberitahukan pada orang tua.
 
3.      Berbicara lemah lembut
            Bergaul dengan orangtua dengan cara yang baik, antara lain adalah dengan berbicara yang lemah lembut kepada keduanya. Tawadlu (rendah hati) kepada keduanya merupakan suatu hal yang wajib  bagi anak.
4.      Menyediakan makanan
            Hal ini juga termasuk bentuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika hal tersebut merupakan hasil jerih payah sendiri. Lebih-lebih jika kondisi keduanya sudah renta. sudah seyogyanya, mereka disediakan makanan dan minuman yang terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua dari pada dirinya, anaknya dan istrinya.
5.      Meminta izin sebelum berjihad dan pergi untuk urusan lainnya.
            Izin kepada orangtua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya, “Wahai Rasulullah apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai kedua orangtua?” Laki-laki tersebut menjawab, “Masih”. Beliau bersabda, “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
6.      Memberikan nafkah
            Beberapa ayat dalam Al Qur’an yang membahas tentang hal ini adalah Al Baqarah ayat 15 dan Ar Rum ayat 38. Rasulullah pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata, “Ayahku ingin mengambil hartaku”. Nabi bersabda, “Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
            Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil, serta telah berbuat baik kepadanya.
7.      Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang dicintainya.
            Hendaknya seseorang membuat kedua orang tuanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang mereka cintai. Yaitu dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka, dan lain sebagainya.
8.      Memenuhi sumpah/Nazar kedua orangtua
            Jika kedua orang tua bersumpah untuk suatu perkara tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena hal itu termasuk hak mereka.
9.      Tidak Mencaci maki
            Rasulullah bersabda, “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci maki orangtuanya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa ada orang yang mencaci maki orangtuanya?” Beliau menjawab, “Ada. Dia mencaci maki ayah orang lain kemudian orang tersebut membalas mencaci maki orangtuanya. Dia mencaci maki ibu orang lain lalu orang itu membalas mencaci maki ibunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
            Terkadang perbuatan tersebut tidak dirasakan oleh seorang anak, dan dilakukan dengan bergurau padahal hal ini merupakan perbuatan dosa besar.
10.  Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah
            Seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah, “Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Beliau kembali menjawab, “Ibumu”. Lelaki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Lalu siapa lagi? Tanyanya. “Ayahmu,” jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
            Hadits di atas tidak bermakna lebih menaati ibu daripada ayah. Sebab, menaati ayah lebih didahulukan jika keduanya menyuruh pada waktu yang sama dan dalam hal yang dibolehkan syari’at. Alasannya, ibu sendiri diwajibkan taat kepada suaminya.
            Maksud ‘lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu’ dalam hadits tersebut adalah bersikap lebih halus dan lembut kepada ibu daripada ayah. Sebagian Ulama salaf berkata, “Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi.”
11.  Mendoakan
Qs. Al-Israa’: 24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka bkeduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik ku waktu aku kecil”.
12.  Merawat
Qs. Al-Israa’: 23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah (kamu berbakti) kepada kedua orang tua dengan kebaktian sempurna. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan yang mulia.
 
B.     KETIKA ORANGTUA TELAH MENINGGAL
      Ada suatu dialog di zaman Rasulullah. Seorang sahabat menemui Rasulullah dan menyatakan penyesalannya bahwa selama orangtuanya masih hidup ia tidak sempat berbuat baik kepada bapak-ibunya. Ia sekarang menyesal karena merasa sudah tertutup baginya untuk berbuat baik kepada bapak-ibunya. Mendengar keluhan itu Rasulullah menyatakan bahwa berbuat baik kepada kedua orangtua ada dua macam, yaitu ketika mereka masih hidup dan ketika mereka sudah meninggal dunia.
      Ada empat perkara yang dapat dilakukan oleh seorang anak untuk berbuat baik atau berbakti kepada orang tuanya, yaitu:
1) mendoakan keduanya,
2) menjaga tali silaturahmi yang telah dijaga dan dirintis oleh kedua orang tua,
3) melanjutkan kebaikkan yang selama ini dilakukan oleh keduanya, dan
4) jika memungkinkan menziarahi makam keduanya.
Uraian lebih rinci adalah seperti uraian di bawah ini.
1.      Mengurus jenazahnya dan banyak mendoakan keduanya, karena hal ini merupakan bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya. Menguburkan jenazah orang muslim harus disegerakan, tidak boleh ditunda-tunda. Mungkin kita dapat menundanya untuk waktu yang tidak terlalu lama.
2.      Beristighfar (memohonkan ampun kepada Allah Ta’ala) untuk mereka berdua, karena merekalah orang yang paling utama untuk didoakan agar Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa mereka dan menerima amal baik mereka.
3.      Menunaikan janji dan wasiat, kedua orang tua yang belum terpenuhi semasa hidup mereka yang sesuai dengan syariat, dan melanjutkan amal-amal baik yang pernah mereka kerjakan selama hidup mereka. Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua apabila amal baik tersebut dilanjutkan.
4.      Memuliakan teman atau sahabat dekat kedua orang tua. Rasulullah, “Sesungguhnya bakti anak yang terbaik adalah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya meninggal”. (HR. Muslim)
5.      Menyambung tali silaturrahim dengan kerabat Ibu dan Ayah. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang ingin menyambung silaturrahim ayahnya yang ada dikuburannya, maka sambunglah tali silaturrahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal”. (HR. Ibnu Hibban)
6.      Mendoakan kedua orangtua. Dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda bahwa sesungguhnya ketika seorang hamba meninggal dunia maka putuslah segala amalnya kecuali:
-          ilmu yang bermanfaat,
-          amal jariyah,
-          anak sholeh yang mendoakan keduanya.
      Pengertian anak dalam hadist ini bukan sekadar anak kandung, tetapi juga anak tiri, anak angkat, atau anak muslim. Jadi bagi mereka yang tidak ada mempunyai anak kandung tidak usah khawatir. Agar anak itu mendoakan orangtua  baik ketika hidup maupun sudah meninggal, maka tentu saja orangtua harus menunaikan kewajibannya sebagai orangtua. Bukankah ketika kita berdoa, kita diajarkan untuk mendoakan diri sendiri, orangtua dan kaum muslimin.
7.      Membayarkan hutang-hutang keduanya
      Hutang adalah salah satu hal yang harus segera ditunaikan ketika kita mampu membayarkan. Tidak boleh ditunda-tunda. Oleh sebab itu, jika kita mengetahui orangtua kita meninggalkan hutang segera kita melunasinya jika kita mampu.
      Ada dua perbuatan yang negatif yang akan segera dibalas oleh Allah di dunia. Salah satu diantaranya adalah durhaka kepada kedua orangtua. Agar kita terhindar dari perbuatan itu maka ada baiknya kita memahami bentuk-bentuk durhaka kepada orangtua.
Diantara bentuk bentuk durhaka (uquq) adalah:
a.       Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan (ucapan) ataupun perbuatan yang membuat orang tua sedih atau sakit hati.
b.      Berkata ‘ah’ dan tidak memenuhi panggilan orang tua
c.       Membentak atau menghardik orang tua
d.      Melaknat dan mencaci kedua orang tua
e.       Bakhil (pelit) tidak mengurusi orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain dari pada mengurusi orang tuanya padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
f.       Bermuka masam dan cemberut dihadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, kolot, dll.
g.      Menyuruh orang tua
h.      Menyebutkan kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua
i.        Mendahulukan taat kepada istri daripada orang tua. Bahkan ada sebagian orang dengan teganya mengusir ibunya demi menuruti kemauan istrinya na’udzubillah.
j.        Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggalnya ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam ini adalah sikap yang amat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista. Sebab sebab anak durhaka kepada orang tua adalah :
1. Karena kebodohan
2. Jeleknya pendidikan orang tua dalam mendidik anak
3. Paradoks, orang tua menyuruh anak berbuat baik tapi orang tua tidak berbuat
4. Bapak dan ibunya dahulu pernah durhaka kepada orang tua sehingga dibalas oleh anaknya
5. Orang tua tidak membantu anak dalam berbuat kebajikan
6. Jeleknya akhlak istri


 
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kewajiban anak terhadap orangtuanya antaralain mencakup 2 aspek.:
-          Ketika orang tua masih hidup
-          Ketika orang tua telah meninggal dunia
Adapun kewajiban anak terhadap orangtua ketika orangtuanya masih hidup antara lain adalah
1. Menaati mereka selama tidak mendurhakai Allah.
2. Berbakti dan merendahkan diri di hadapan kedua orangtua.
3. Berbicara lemah lembut di hadapan mereka
4. Menyediakan makanan untuk mereka
5. Meminta izin kepada mereka sebelum berjihad dan pergi untuk urusan lainnya
6. Memberikan nafkah kepada orangtua
7. Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang dicintainya.
8. Memenuhi sumpah/Nazar kedua orangtua
9. Tidak Mencaci maki kedua orangtua
10. Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah
11. Mendahulukan berbakti kepada kedua orang tua daripada berbuat baik kepada istri.
12. Mendoakan kedua orang tua
13. Memelihara Orangtua
Adapun kewajiban anak terhadap orang tua mereka ketika orang tuanya telah meninggal dunia adalah sebagai berikut;
Ada empat perkara yang dapat dilakukan oleh seorang anak untuk berbuat baik atau berbakti kepada orang tuanya, yaitu:
1) mendoakan keduanya,
2) menjaga tali silaturahmi yang telah dijaga dan dirintis oleh kedua orang tua,
3) melanjutkan kebaikkan yang selama ini dilakukan oleh keduanya, dan
4) jika memungkinkan menziarahi makam keduanya. Uraian lebih rinci adalah seperti uraian di bawah ini.
1. Mengurus jenazahnya dan banyak mendoakan keduanya
2. Beristighfar (memohonkan ampun kepada Allah Ta’ala) untuk mereka
3. Menunaikan janji dan wasiat
4. Memuliakan teman atau sahabat dekat kedua orang tua
5. Menyambung tali silaturrahim dengan kerabat Ibu dan Ayah
6. Mendoakan kedua orangtua
7. Membayarkan hutang-hutang keduanya
 


 
DAFTAR PUSTAKA
 
Bin Sulaiman al-Harbi, Ghalib. 2010. Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup tapi Tidak Meraih Surga. Jakarta: Purtaka Fatimah.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1992. Terjemah Tafsir. Semarang: CV Toha Putra.
Ar-Rifa’i, M Nasib. 2000. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas.

Bila Orang Tua Memasuki Usia Senja

Bila Orang Tua Memasuki Usia Senja


Sebagai seorang anak, sudah menjadi kewajiban kita untuk berbakti pada orangtua. Terlebih lagi jika orangtua kita sudah berusia lanjut, dimana biasanya kondisi tubuh mereka mulai lemah dan sakit-sakitan. Untuk itu, perlu kiranya kita sebagai anak mengetahui bagaimana cara merawat orangtua dengan baik. Pada kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan kesehatan yang biasa terjadi pada orang yang telah lanjut usia dan bagaimana kita bisa membantu mereka dalam menjalani hari-hari di usia senja.
Bertukar Peran
Kita perlu memahami bahwa setiap fase dalam hidup kita akan terus berjalan dan mengalami perubahan. Jika dulu orangtualah yang mengasuh kita sewaktu kecil dengan penuh ketelatenan, kini tiba saatnya kita membalas budi baik mereka dengan merawat mereka ketika telah lanjut usia. Proses “bertukar peran” ini merupakan hal yang sangat wajar dan perlu kita syukuri. Betapa tidak, bahkan terdapat hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah bersabda : “Celaka! Celaka! Dan benar-benar celaka!” Ada yang bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Orang yang mendapati salah satu atau kedua orangtuanya sampai lanjut usia, tetapi tidak bisa menyebabkan dia masuk surga (karena sikapnya kepada kedua orangtuanya).”
Proses Penuaan
Banyak perubahan yang terjadi pada berbagai organ tubuh yang bisa kita temui pada orang yang berusia lanjut, seperti : kemampuan penglihatan dan pendengaran berkurang, jantung menjadi agak membesar, penggunaan oksigen secara maksimal makin menurun, tekanan darah meningkat, dinding pembuluh darah arteri meningkat, massa otot serta daya genggam tangan menurun, kapasitas pernapasan maksimal menurun, otak mengalami kemunduran serta kerusakan sel-sel saraf, daya tampung kandung kemih menurun sehingga makin sering kencing (bahkan kadang sampai mengompol), dan ginjal makin kurang efisien dalam membuang limbah dari aliran darah. Kondisi-kondisi seperti inilah yang akan memunculkan banyak permasalahan kesehatan pada orang yang lanjut usia.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Dalam merawat orangtua yang telah lanjut usia, kita perlu mengetahui beberapa hal penting sebagai berikut:
  • Niatkan untuk mencari keridhoan Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan niat yang tulus ikhlas, kita akan melakukan pekerjaan dengan hati yang lapang, sehingga pekerjaan yang beratpun akan terasa ringan. Merawat orangtua bukan perkara yang sepele, karena dibutuhkan kesabaran, terlebih lagi jika orangtua kita sakit-sakitan, lemah, atau bahkan sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas secara mandiri.
  • Bertutur kata dan bersikap lembut. Seseorang yang berusia lanjut sangat rentan terhadap depresi. Mereka mudah bersedih dan stres karena memikirkan sesuatu hal. Dibutuhkan suasana yang hangat dan kekeluargaan supaya orangtua kita bahagia dan merasa diperhatikan. Selain itu, ajari anak-anak kita untuk menghormati dan menyayangi orangtua kita. Jika orangtua sudah mengalami penurunan pendengaran, maka hendaknya kita mendekat ketika berbicara pada mereka, dan bukan dengan berteriak atau bersuara keras. Jangan sesekali membentak mereka, karena hal tersebut akan sangat melukai hati orangtua yang telah bersusah payah mengasuh dan mendidik kita sedari kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 23 (yang artinya): “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia (berbuat syirik) dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. ”
  • Berolahraga bersama. Jika kondisi orangtua memungkinkan, sesekali ajak mereka berolahraga bersama anggota keluarga yang lain. Tentu saja kita harus menyesuaikan dengan kondisi fisik orangtua. Tidak perlu berolahraga secara berlebihan, yang penting dilakukan dengan benar dan secara rutin. Kita bisa memilih olahraga seperti jalan sehat, jogging, atau bersepeda santai. Berolahraga bersama anak dan cucu tentu akan menambah semangat dalam melakukannya.
  • Menemani orangtua menjalankan kegiatan kesukaan mereka. Dukung dan temani orangtua kita untuk melakukan hobinya, seperti misalnya berkebun, menyulam, atau membuat kue. Dengan demikian, orangtua akan terhindar dari stres dan bisa mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat.
  • Menyiapkan menu makanan sehat. Hendaknya kita tahu makanan apa saja yang tidak boleh dikonsumsi orangtua kita dan makanan apa saja yang disarankan untuk dikonsumsi. Dengan begitu, secara tidak langsung kita sudah membantu mereka supaya tidak mengalami kekambuhan penyakitnya. Memasak makanan sendiri di rumah tentu saja lebih terjamin kebersihan dan kesehatannya. Disamping itu, dengan memasak sendiri, kita bisa membuat variasi makanan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan orangtua kita.
  • Rutin memeriksakan kondisi kesehatan orangtua. Usahakan untuk mengingatkan dan menemani orangtua untuk kontrol ke dokter jika mereka membutuhkannya. Pada waktu pertemuan dengan dokter, hendaknya kita banyak bertanya mengenai penyakit yang diderita orangtua dan cara-cara perawatannya. Selain itu, ingatkan orangtua untuk meminum obat yang diberikan dokter secara teratur.
  • Jangan sepelekan keluhan orangtua. Walaupun terkesan sepele, keluhan dan curahan hati mereka pantas untuk kita dengar dan perhatikan. Terutama jika menyangkut keluhan seputar kesehatannya. Hal ini mengingat beberapa masalah pada orang berusia lanjut bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
  • Banyak belajar dan berlatih. Kita bisa menambah ilmu dengan membaca buku yang membahas tentang perawatan orang sakit di rumah. Selain itu, kita juga bisa bertanya bahkan berlatih tentang cara merawat orang sakit dari perawat atau dokter di sekitar kita. Misalnya, tentang bagaimana meminumkan obat yang benar, bagaimana cara membersihkan luka, mengganti perban, dan lain-lain. Terlebih lagi jika orangtua kita hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur, maka kita harus tahu bagaimana caranya mengganti posisi mereka (memiringkan, mendudukkan) supaya tidak terjadi ulkus decubitus (luka pada kulit karena terlalu lama berada pada posisi tertentu sehingga mengalami tekanan pada tempat yang sama).
  • Mengingatkan orangtua untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Kebutuhan spiritual orangtua sangat penting untuk kita perhatikan. Ingatkan mereka untuk mengerjakan sholat dan ajak mereka untuk mengikuti pengajian jika kondisinya memungkinkan. Jika kita hendak mengingatkan atau menyampaikan nasehat, maka hendaknya dengan cara yang sopan dan halus. Selain itu, jangan lupa untuk selalu mendo’akan orangtua kita.
Mengasihi Orangtua dengan Setulus Hati
Dalam merawat orang yang telah lanjut usia, kita perlu tahu bahwa kondisi mereka sudah tidak sesehat dan sekuat ketika masih muda. Oleh karena itu, kita perlu belajar dan banyak bertanya pada ahlinya, supaya dapat melakukan perawatan dengan benar.
Selain perawatan secara fisik, kita tidak boleh melupakan perlunya perlakuan dan sikap yang baik pada orangtua. Mengucapkan kata “Ah” kepada orangtua tidak dibolehkan oleh agama, apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu. Terlebih lagi, orangtua yang telah berusia lanjut biasanya mengalami perubahan perilaku dan lebih peka terhadap sikap atau ucapan yang kasar. Untuk itu, dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan dalam merawat mereka. Demikian penjelasan singkat mengenai perawatan orang tua yang telah lanjut usia. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi bekal bagi kita untuk berbakti pada orangtua.

Penulis: dr. Avie Andriyani (dimuat di majalah As Sunnah edisi 11/Thn XIII/ Rabi’ul Awwal 1431H/Februari 2010M)

MERAWAT ORANG TUA YANG SAKIT DENGAN HATI IKHLAS

MERAWAT  ORANG TUA YANG SAKIT DENGAN HATI IKHLAS
            Setiap besuk orang sakit yang rawat inap di rumah, aku selalu membayangkan kamar yang pengap dan bau khas penyakit.  Atau menjumpai sprei yang kusam karena jarang diganti.  Itu pun masih ditambah dengan bau obat antibiotik yang menyergap hidung.  Ini pengalaman yang sering aku jumpai.  Dan bukan bermaksud buruk bila akhirnya hidungku mengerut tak tahan.  Bahkan kadang aku mesti menahan nafas. 
            Sore itu aku janjian dengan sepupu, akan membesuk bulik yang mengalami stroke.  Aku sudah membayangkan kamar dengan aroma tertentu.  Biasanya penderita stroke yang sudah parah, akan menggunakan pampers agar memudahkan dirinya sendiri dan orang yang merawatnya.  Meski ada juga penderita yang tak nyaman menggunakannya.  Dan hal ini menjadi bahan pertikaian dengan keluarga atau orang yang merawatnya.
            Namun tak demikian yang aku jumpai di kamar bulik.  Begitu aku masuk ke kamar beliau, harum aromatherapi  yang menyegarkan, menyambut kedatangan kami.  Di atas pembaringan, beliau tidur dengan nyaman.  Pakaian yang dikenakannya bersih dan wangi.  Saat aku mendekat untuk mencium pipinya, aroma sabun mandi masih menguarkan wangi yang khas.   
            Mataku masih menjelajah seisi kamar.  Kali ini pandanganku terpusat pada kertas ukuran folio yang berisi tulisan jadwal piket.  Ah, rupanya ada sesuatu dibalik kebersihan ruangan ini.   
            Dari cerita putra-putrinya, selama ini telah disusun jadwal bagi anak dan menantu untuk merawat ibundanya.  Tak ada alasan tak ada waktu, karena semua memperoleh giliran jaga sesuai keinginan masing-masing.  Jadi, kegiatan bulik mulai pagi hari hingga menjelang tidur malam, selalu ada dua orang anak dan menantu yang siaga merawat.  Tidak sekedar merawat, seperti memandikan bulik serta mengganti pakaian yang bersih setiap pagi dan sore hari.  Putra-putrinya dan menantu bulik juga menyuapi makanan dan meminumkan obat. 
            Seperti penderita stroke yang tak bisa lagi beraktivitas secara normal.  Butuh seorang perawat yang memiliki kesabaran ekstra dan tekat kuat saat tiba waktu makan.  Ketika bulik bisa menelan lebih dari empat sendok makan, pujian akan terlontar dari putra atau putrinya.  Namun saat mereka tak mampu menyuapkan satu sendok pun, tak ada ucapan jengkel atau marah kepada sang ibu.  Jurus merayu sambil melontarkan candaan menjadi senjata untuk meluluhkan hati sang ibu agar berkenan membuka mulut serta menelan makanan.
            Begitu halnya kala meminumkan obat.  Sepupuku yang saat itu bertugas menjaga sang ibu bercerita,”Ibu nggak mau dirawat di rumah sakit.  Mungkin ibu trauma saat merawat bapak dulu.  Jadi, sebelum sakit ibu tambah parah, beliau sempat berucap tak mau dibawa ke rumah sakit,”   
            “Kalau bulik dipaksa aja, gimana?”
            “Uhhh…sudah mbak.  Tapi ibu tetap bergeming. Ya, akhirnya kami rawat ibu seperti perawat di rumah sakit.  Kamar harus selalu bersih. Sprei harus diganti setiap hari.  Ibu juga tetap mandi dua kali sehari, meski dengan menyeka tubuhnya pakai waslap yang dicelupkan ke air hangat.  Dan pakai sabun juga lho, mbak,”
            Aku manggut-manggut saja mendengarkan.  Pantas saja setiap orang yang membezuk bulik, selalu memuji kondisi kamar dan si penderita yang selalu tampil bersih.  Kesungguhan putra-putri bulik memang patut diacungi jempol.  Menantunya pun tak kalah hebat.  Rumah mereka tinggalkan setiap pagi selama enam hari.  Putri bungsu bulik yang tinggal serumah, memiliki jadwal merawat sang ibu saat hari Minggu.  Meski tentu saja jadwal piket ini tidak seketat aturan di rumah sakit.  Mereka bisa saling bertukar hari bila ada keperluan yang cukup mendesak.  Bagi mereka, limpahan kasih sayang pada sang ibu saat menderita sakit,  tak pernah cukup untuk menggantikan setiap perhatian yang pernah mereka terima.              
Yang membuat aku semakin takjub, karena melihat sendiri pemandangan ini, adalah keikhlasan anak dan menantunya menuntun beliau agar tetap menunaikan sholat lima waktu.  Dalam keadaan sakit, bulik memang tetap ingin menjaga sholatnya.  Putra-putri dan menantunya bergantian menuntun bulik mulai berwudlu, memakaikan mukena hingga mengimami sholat.  Semua dilakukan di atas pembaringan, karena bulik sudah tak bisa melakukannya dengan sempurna.
Duh, betapa bahagianya seorang ibu yang memiliki anak dan menantu yang mampu saling tolong menolong dalam ujian kehidupan ini. Dalam ujian sakitnya, aku yakin, ada syukur yang pasti selalu mengalir di  hati dan tubuh sang ibu.  Bersinergi dengan keikhlasan hati dan pikiran yang mampu menerangi rumah ini dengan cahaya kesabaran. Malaikat pun pasti turut berdzikir memandu seluruh penghuni rumah.
            Air mataku mengalir.   Aku meyakini, para sepupuku dan pasangan hidupnya, Insya Allah akan menjadi calon penghuni Surga dari Pintu Keikhlasan merawat sang ibu.  Tak ada keluh kesah yang terdengar dari mulut mereka.  Yang ada malah berbagi kisah lucu, haru dan kesabaran  tentang betapa berlimpah nikmat merawat sang ibu. 
Aku berpikir, mampukah kelak bila orang tuaku sakit, bisa sesabar dan seikhlas mereka menjalaninya?  Keyakinanku ini membutuhkan konsisten yang tinggi dalam bersikap dan melakukan tindakan nyata kelak. Semoga aku mampu merawat kedua orang tuaku dengan kesabaran dan penuh keikhlasan.

Senin, 23 Desember 2013

BANCAKAN WETON PADA MASYARAKAT JAWA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dewasa ini sebagian masyarakat pada daerah tertentu masih memegang teguh keyakinannya terutama kepercayaan terhadap ritual-ritual adat. Hal tersebut tetap dilakukan walaupun pada saat ini sudah masuk pada daerah modern bahkan globalisasi yang telah mengubah tatanan masyarakat termasuk kebudayaan. Walaupun demikian, ritual-ritual tersebut masih dilakukan karena mereka menganggap ada suatu hal yang berpengaruh dalam hidupnya. Seperti selametan yang berkaitan dengan kata bancakan. Selametan sendiri bisa disebut upacara sedekah makanan disertai do’a. Sama halnya dengan bancakan yaitu upacara sedekah makanan karena suatu hajat leluhur. Selametan biasa dilakukan di Indonesia khususnya masyarakat Jawa. Jawa sangatlah kental dengan tradisi sehingga masyarakatnya selalu mengadakan selametan untuk bersyukur kepada sang pencipta. Contoh selametan yang ada di Pulau Jawa yaitu seperti selametan orang meninggal, selametan panen padi (sedekah bumi), selametan tujuh bulanan(mitoni), dan lain-lain.   

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakahpengertiandan manfaatdari ritual bancakanweton?
2.      Tata caraapasaja yang dilakukandalambancakanweton?
3.      Apa yang menjadi faktor masyarakat melakukan bancakan weton ?









BAB II
PEMBAHASAN

A.    KERANGKA KONSEP
1.      Religi
A.    Pengertian religi
Agama dan sistem kerecayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris : religion,yang berasal dari bahasa latin religare,yang berarti “menambatkan”),adalah sebuah unsur kebudayaan yang pentihg dalam sejarah umat manusia.Dictonary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan agama sebagai berikut:
Sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah dan menerima sebuah paket doktrin yang manawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.
B.     Unsur – unsur khusus dalam sistem religi
Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan (religius emotion) emosi keagamaan itulah mendorong seseorang melakukan tindakan – tindakan religi.Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri – ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu diantara pengikut–  pengikutnya . dengan demikian, emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan tiga unsur yang lain, yaitu: (a) sistem keyakinan; (b) sistem upacara keagamaan; (c) suatu umat yang menganut religi itu.
2.      Pengertian ritual
Ritual adalah serangkaian tindakan, yang dilakukan terutama untuk mereka simboloik nilai. Ini mungkin diresepkan oleh tradisi dari masyarakat, termasuk komunitas agama. Istilah ini biasanya mengacu pada tindakan yang bergaya, termasuk tindakan-tindakan yang sewenang-wenang dipilih oleh para pemimpin.
3.      Pengertian Bancakan
Yaitu upacara sekah makanan karena suatu hajat leluhur yaitu yang berkaitan dengan problem dum – duman “pembagian” terhadap kenikmatan, kekuasaan, dan kekayaan. Maksudnya, supaya terhindar dari konflik yang disebabkan oleh pembagian yang tidak adil.
          B. DESKRIPSI MASALAH

1.      Pengertian Bancakan Weton
Bancakn Weton ini dilakukan tepat pada hari weton atau lahir kita. Weton adalah gabungan siklus kalender matahari dengan sistem penanggaln jawa yang terdiri dari jumlah 5 hari dalam setiap siklus. Bancakan ini biasnya dilakukan setiap satu tahun sekali. Masyarakat mempercayai bahwa setelah melakukan bancakan ini, mereka akn mendapat keberkahan dan merasa jauh dari kesialan. Tetapi bagi orang yang sudah parah tabiat dan kelakuannya biasanya bisa di bancaki selama 7 kali berturut-turut. Dan bisa pula sampai ada yang 8 bulan berturut – turut.
Di dalam melakukan bancakan weton terdapat istilah “Pamomong“
Pamomong atau yang sering disebut sing momong adalah esensi energi yang selalu mengajak, mengarahkan, membimbing, mengasuh diri kita kepada suatu yang pas, tepat, pener dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Eksistensi pamomong sejauh ini memang bisa dirasakan, namun bagi masyarakat yang masih awam pembuktiannya masih terbatas pada prinsip-prinsip silogisme setelah menyaksikan dan merasakan realitas empiris tersebut. Pamomong tersebut sudah dapat diakui setelah ada seseorang melakukan pengalaman yang unik. Lain halnya dengan seseorang yang tingkat spiritualnya sudah memadai, orang tersebut dapat menyaksikan dan melihat dengan jelas siapa sebenarnya sang pamomong diri kita.




2.      Tata Cara yang dilakukan untuk melakukan bancakan weton
Setiap anak yang baru lahir, orang tuanya membuat bancakan weton pertama kali biasanya pada saat usia bayi menginjak hari ke 35. Bancakan weton tepat dilaksanakan pada acara upacara selametan ulang weton yang pertama kali.
Pada setiap bancakan weton makanannya dibungkus didaun pisang dengan porsi yang sama pada setiap bungkusan daun dan ditaruh pada tampah yang terbuat dari anyaman bambu. Acara bancakan weton mengundang tetangga dekat maupun kerabat dekatnya untuk menghadiri acara bancakan weton tersebut. Sebelum makanan dibagikan selalu dipanjatkan do’a dan tahlilan terlebih dahulu oleh sesepuh desa. Yang pada akhir do’a mengucapkan sholawat baru dibagikan makanan yang telah di sajikan untuk bancakan weton pada kerabat dekat dan tetangga sekitar rumah.
Setelah bancakan itu habis dibagikan, tampah yang digunakan sebagai wadah dari bungkusan daun pisang yang telah diisi makanan bancakan tersebut kemudian di gelindingkan.

Yang diperlukan dalam penyajian makanan untuk bancakan weton
·         Kacang panjang dan kangkung (harus ada), kubis, kecambah/tauge yang panjang, wortel, daun kenikir, bayam, dll bebas memilih yang penting jumlahnya ada 7 macam.
·         Telur ayam (bebas telur ayam apa saja).
·         Bumbu urap atau gudangan, jika yang diberi bancakan weton adalah masih usia kanak-kanak atau 8 tahun, maka bumbunya tidak pedas.
·         Empat macam polo atau umbi-umbian, yaitu polo gumantung, polo kependem, polo rambat, dan kacang yang biasanya diganti dengan kacang tanah.
·         Pisang dan buah-buahan, pisang yang di perlukan dalam bancakan weton yaitu pisang raja atau pisang raja pulut. Masing-masing hanya satu sisir saja. Kalau buah-buahan paling tidak hanya 3 buah saja seperti mangga, salak, apel atau lainnya.
·         Nasi tumpeng putih, beras dimasak (nasi) untuk membuat tumpeng. Perkirakan mencukupi untuk minimal 7 porsi. Sukur lebih banyak misalnya untuk 11 atau 17 porsi saja.
·         Alat-alat kelengkapan, daun pisang secukupnya digunakan untuk alas tumpeng, kalo (saringan santai), cobek tanah liat yang belum pernah dipakai atau yang masih baru, tambir atau tampah semacam anyaman bambu yang berbentuk bulat.
·         Makanan jajan pasar, makanan tradisional yang yang biasa ditemukan di pasar.
·         Kembang setaman, kembang ini terdiri dari bunga mawar merah, bunga mawar putih, bunga kantil, bunga melati dan bunga kenanga.
·         Uang logam, Rp 100, Rp 500, Rp 1000. Uang logam ini wajib.
·         Bubur 7 rupa, bubur putih atau gurih (santan dan garam), dan bubur merah atau bubur manis (ditambah gula jawa dan garam secukupnya).
·         Minuman, terdiri dari teh tubruk, kopi tubruk, dan rujak (dengan es kelapa muda).

3.      Faktor – factor penyebab masyarakat melakukan bancakan weton
Adanya anggapan masyarakat, seperti :
·         Anak yang sering dibuatkan bancakan biasanya hidupnya lebih terkendali.
·         Hidupnya lebih berkualitas dan bermutu.
·         Dalam menjalani sesuatu hal lebih hati-hati.
·         Tindakan anak tidak liar dan ceroboh.
·         Dan jarang sekali mengalami sial.
·         berbagi nikmat dengan sesama juga mengikat tali persaudaraan.
·         Untuk mempertahankan tradisi yang turun menurun.


C.     ANALISIS MASALAH

Perkembangan dan Perubahan  pada Bancakan Weton
Masyrakat pada saat ini masih banyak yang melakukan bancakan weton karena bancakan merupakan salah satu bentuk rasa syukur terhadap kenikmatan atas lahirnya seorang anak .

Gambar untuk bancakan dengan wadah dan lauk tradisional
Seiring dengan adanya modernisasi ritual bancakan weton banyak mengalami perubahan, contohnya saja pada zaman dulu ketika bancakan weton masyarakat masih menggunakan nasi dan lauk pauknya yang masih tradisional dan wadah-wadah yang masih tradisional juga seperti wadah untuk nasi, mereka masih menggunakan daun pisang dan lidi yang kemudian nasi-nasi tersebut dijadikan satu dalam tampah besar sebelum dibagikan. Sebelum makanan tersebut dibagikan, ada sesepuh yang biasanya membacakan do’a dan tahlilan dengan tujuan demi keselamatan anak tersebut.  Setelah itu makanan bancakan tersebut dibagikan pada tetangga dekat dan kerabat dekatnya.

Gambar makanan bancakan pada saat sekarang
Namun pada saat ini bancakan weton tidak dilakukan seperti itu lagi. Sekarang masyarakat melakukan bancakan dengan menggunakan makanan dan lauk pauknya dan wadahnya yang modern, seperti wadah untuk nasi sekarang menggunakan tempat nasi yang terbuat dari plastik yang lebih praktis. Dan sebelum makanan dibagikan tidak lagi ditaruh di tampah tetapi sudah ditaruh langsung di tepak plastik tersebut. Kemudian dalam bancakan sudah ada masyarakar yang tidak lagi menggunakn nasi melainkan mereka menggantinya dengan makanan-makanan ringan atau jajanan pasar yang dianggap lebih instan. 












BAB III
KESIMPULAN
Bancakan weton adalah salah satu bentuk rasa syukur atas kelahiran anak yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan setiap 35 hari sekali. Pada weton atau hitungan hari pada masyarakat  jawa bancakan weton tersebut masih dilakukan oleh masyarakat jawa karena mereka beranggapan bahwa bancakan tersebut akan mendatangkan manfaat bagi anak yang diselamati dengan bancakan weton tersebut. Seperti tingkah laku anak-anak akan lebih baik, terhindar dari sial atau bahaya yang akan menimpa anak tersebut, dll. Berbagai lauk pauk yang digunakan, yang paling khas adalah urap atau gudangan dan telur rebus dengan wadah daun pisang yang telah dibungkus rapi dengan porsi yang sama satu sama lain. Dengan wadah alas yaitu tampah yang terbuat dari anyaman bambu. Namun sekarang sudah tergantikan dengan wadah modern seperti tepak nasi, kotak stereofoam  yang  dianggap lebih praktis. Tetapi iringan do’a dan tahlil  tetap dipanjatkan sebelum bancakan tersebut dibagikan pada tetangga dekat maupun kerabat-kerabatnya.